Jakarta (ANTARA) - Hari Ulang Tahun (HUT) ke-498 Jakarta pada 22 Juni 2025 menjadi momen penting bagi kota megapolitan ini untuk menegaskan kembali peran strategisnya di panggung nasional dan regional.
Meski tidak lagi menyandang status ibu kota negara, setelah pemindahan pusat pemerintahan ke Ibu Kota Nusantara (IKN), Jakarta tetap berdiri sebagai pusat ekonomi, perdagangan, jasa, dan budaya. Bahkan, dalam dinamika terkini, Jakarta telah menjelma sebagai kota kolaborasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi, digitalisasi, dan kemitraan lintas sektor.
Pergeseran status administratif tidak menurunkan daya saing Jakarta. Sebaliknya, kota ini semakin fokus memperkuat identitasnya sebagai pusat ekonomi dan ekosistem inovasi.
Dengan pendekatan kolaboratif yang melibatkan pemerintah daerah, dunia usaha, komunitas, akademisi, dan masyarakat sipil, Jakarta menghadirkan model pembangunan urban yang partisipatif dan berkelanjutan. Inilah yang menjadi ruh dari semangat “Jakarta Kota Kolaborasi”.
Kontribusi Jakarta terhadap ekonomi nasional sangat signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta menyumbang sekitar 17,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada 2024. Bahkan untuk sektor-sektor jasa, seperti keuangan, teknologi informasi, perdagangan, logistik, dan pariwisata, Jakarta menjadi pusat utama di Indonesia. Investasi asing langsung (foreign directi investment/FDI) juga masih banyak mengalir ke Jakarta, terutama di sektor startup digital, real estate, dan jasa kreatif.
Dalam beberapa tahun terakhir, Jakarta mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang stabil, dengan angka 5,1 persen pada 2024—lebih tinggi dari rerata nasional. Kawasan Sudirman-Thamrin, SCBD, Kuningan, dan PIK terus berkembang sebagai pusat bisnis, tidak hanya menarik investor dalam negeri, tetapi juga perusahaan multinasional. Meskipun tekanan terhadap infrastruktur dan lingkungan hidup masih tinggi, daya tarik Jakarta tetap kuat sebagai pusat gravitasi ekonomi.
Kolaborasi sebagai strategi
Konsep Jakarta sebagai kota kolaborasi bukanlah jargon semata. Itu tercermin dalam berbagai kebijakan pembangunan yang melibatkan beragam aktor dan pendekatan partisipatif. Pendekatan kolaboratif ini diinisiasi sejak era Gubernur Anies Baswedan dan dilanjutkan hingga kini oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Kolaborasi ini berjalan dalam berbagai bentuk. Jakpreneur muncul sebagai sebuah program kolaborasi untuk memberdayakan wirausaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hingga 2024, lebih dari 300.000 pelaku UMKM telah difasilitasi oleh Pemprov DKI melalui pelatihan, pendampingan, hingga akses permodalan dan pemasaran.
Jakarta Smart City, merupakan hasil kolaborasi antara pemerintah daerah, startup teknologi, dan komunitas digital. Aplikasi, seperti Jakarta Kini (JAKI), sistem tiket transportasi terintegrasi JakLingko, serta platform aduan publik telah membentuk tata kelola kota berbasis teknologi yang efisien dan transparan.
Revitalisasi Kawasan Kota Tua dan Taman Ismail Marzuki adalah kolaborasi antara Pemprov, BUMD, seniman, arsitek, dan komunitas budaya berhasil menghidupkan kembali ruang publik kota sebagai pusat aktivitas ekonomi kreatif dan budaya urban.
Ekraf dan digital
Transformasi Jakarta sebagai kota ekonomi modern tidak lepas dari pesatnya perkembangan sektor ekonomi kreatif dan digital. Jakarta saat ini menjadi rumah bagi lebih dari 80 persen startup unicorn di Indonesia, dengan nilai valuasi kolektif mencapai puluhan miliar dolar.
Ekosistem ini tumbuh melalui kolaborasi antara pengusaha rintisan, venture capital, inkubator bisnis, dan kampus-kampus teknologi, seperti BINUS, UI, dan Universitas Prasetiya Mulya.
Ajang, seperti Jakarta Content Week, Jakarta Fashion Week, hingga Java Jazz Festival menjadi panggung global bagi pelaku industri kreatif. Kawasan, seperti M Bloc, Kemang, dan Blok M direvitalisasi menjadi klaster ekonomi kreatif, menghadirkan sinergi antara bisnis, komunitas, dan pengunjung urban. Hal ini memperkuat Jakarta sebagai magnet budaya, sekaligus mesin pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Baca juga: South Kalimantan trade mission aims to expand exports
Salah satu tantangan terbesar Jakarta adalah kemacetan dan kualitas lingkungan. Namun, pendekatan kolaboratif dalam pengembangan infrastruktur telah menunjukkan hasil positif. Pengembangan MRT dan LRT, integrasi moda transportasi publik melalui JakLingko, serta pembangunan kawasan Transit Oriented Development (TOD) adalah buah dari kolaborasi antara Pemprov DKI, BUMN, swasta, dan komunitas urban planning.
Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta menunjukkan bahwa sejak pengoperasian MRT fase 1, terjadi penurunan signifikan penggunaan kendaraan pribadi hingga 10 persen di jalur koridor utama. Hal ini berdampak positif pada pengurangan emisi karbon dan waktu tempuh harian masyarakat.
Baca juga: RI-Rusia sepakat junjung kolaborasi global damai
Selain itu, penanganan banjir melalui pembangunan sumur resapan, polder, dan sistem drainase baru juga merupakan hasil kerja bersama antara pemda dan warga. Transparansi dalam sistem pelaporan, seperti melalui aplikasi Qlue, memungkinkan masyarakat turut aktif mengawasi jalannya pembangunan.
Pasca-Ibu Kota
Dengan bergesernya peran administratif Jakarta ke Ibu Kota Nusantara, muncul pertanyaan besar: kemana arah Jakarta ke depan? Justru di sinilah letak peluangnya. Tanpa beban administratif pusat pemerintahan, Jakarta dapat lebih leluasa memperkuat posisinya sebagai pusat ekonomi, budaya, dan inovasi kawasan Asia Tenggara.
Transformasi Jakarta dari “kota birokrasi” menjadi “kota ekonomi kolaboratif”, menuntut penguatan kelembagaan, pembaruan regulasi investasi, dan peningkatan kapasitas SDM. Kolaborasi internasional juga semakin diperluas, seperti dengan pengembangan Sister City Program bersama Seoul (Korea Selatan), Tokyo (Jepang), dan Rotterdam (Belanda) untuk pertukaran praktik urban planning dan solusi kota cerdas.
Memasuki usia ke-498 tahun, Jakarta tidak hanya merayakan sejarah panjangnya sebagai pusat kekuasaan dan perdagangan, tetapi juga menegaskan visinya sebagai kota kolaborasi yang menjadi pembangkit pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan memperkuat ekosistem kolaboratif antarpelaku pembangunan, Jakarta mampu mempertahankan, bahkan, memperkuat posisinya di tengah persaingan global.
Momentum HUT Jakarta 2025 harus dijadikan pijakan untuk memperluas ruang partisipasi publik, mempercepat inovasi, dan mengokohkan kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi tantangan kota modern. Jakarta adalah laboratorium kebijakan urban Indonesia—dan sekaligus cermin bagaimana kota bisa menjadi sumber kekuatan ekonomi nasional ketika dibangun bersama.
*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi