Kota Bima (ANTARA) - Seorang perempuan bernama Elly Megawati (90 thn) asal Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) menggugat perdata menantunya, tiga bank besar dan satu notaris di Pengadilan Negeri (PN) Raba Bima.
"Besok (Rabu) akan dilangsungkan sidang perdana dan akan dipimpin langsung Ketua PN," kata Kuasa hukum Elly Megawati, Gede Arya Surya Putra, dalam keterangannya di Kota Bima, Selasa.
Ia menjelaskan, gugatan ini diajukan atas dugaan perbuatan melawan hukum yang melibatkan menantunya bernama Verawati Goutama, Notaris/PPAT atas nama Bq Haniyah, Bank BNI, Bank Danamon dan Bank Indonesia Perwakilan NTB.
"Diduga pihak-pihak ini telah melakukan pengalihan, pembengkakan kredit tanpa persetujuan klien kami, yang menggunakan jaminan berupa tanah dan bangunan harta waris atas nama klien kami juga dugaan kelalaian pengawasan," ujarnya.
Pengacara yang akrab disapa Albert ini menuturkan, objek sengketa adalah sebidang tanah bersertifikat hak milik seluas 223 meter persegi dan bangunan rumah toko (Harta waris) yang berada di Jln. RS Kaharuddin yang dijadikan jaminan kredit.
"Aset-aset itu digunakan tanpa hak dan menimbulkan utang hingga Rp.3,5 miliar, juga telah dijual,” tegasnya.
Baca juga: Rumdis Hakim PN Bima dibobol maling, barang berharga raib
Kasus ini berawal, lanjut Albert, saat nenek Elly bertempat tinggal dan hidup bersama anaknya bernama Tan Sulaiman alias Lay dan istrinya Verawati Goutama.
"Pada saat suami klien kami sakit keras, Lay meminta ijin untuk memanfaatkan dan menjaminkan harta waris tersebut kepada Bank BNI untuk mendapatkan pinjaman kredit usaha sebesar Rp.500 juta, sebagai modal usaha mereka," paparnya.
Awalnya, Elly mengizinkan peminjaman kredit usaha maksimal Rp500 juta. Namun tanpa sepengetahuan atau persetujuan dirinya, nilai utang membengkak hingga Rp3,5 miliar dan aset itu telah terjual ke salah pengusaha bernama Sony Wijaya.
"Pembengkakan pinjaman melalui mekanisme top up itu dilakukan secara diam-diam, bahkan hingga terjadi perpindahan kredit (cessie) ke Bank Danamon, juga tanpa pemberitahuan ke klien kami," beber pengacara asal Surabaya ini.
“Klien kami merasa ditipu dan dimanfaatkan,” sambungnya.
Baca juga: Polres Bima menelusuri dugaan malapraktik akibatkan bayi diamputasi
Ia menilai, tindakan tersebut telah melanggar prinsip kehati-hatian perbankan, serta mencederai hak kliennya sebagai pemilik sah objek jaminan.
"Lay sendiri telah meninggal dunia tahun 2020, tanpa memberi pesan kepada klien kami (Ibunya) dan tiga saudaranya bernama Tan Sudarmin, Tan Sunharlin dan Tan Sukanto," tegas Albert.
"Baru tahun 2023 dikagetkan adanya pemberitahuan Bank Danamon, bahwa jaminan yang ada di Bank BNI sudah dikuasai dan akan menjualnya, karena adanya kredit macet dan hutang Lay membengkak," tambahnya.
Diketahui, gugatan yang menyeret dua bank besar dan Bank Indonesia Perwakilan NTB ini diduga ada kelalaian dan kealfaan pengawasan dari terhadap proses cessie yang melibatkan bank-bank tersebut.
Penggugat merasa tidak pernah dilibatkan atau diberitahukan sebagai pemilik agunan, baik dari pihak bank, notaris, maupun debitur yang tersisa setelah Tan Sulaiman meninggal pada 2020.
Baca juga: Seorang warga terduga teroris ditangkap Densus 88 di Kota Bima